Social Profiles

Pages

Kamis, 09 Agustus 2012

SMASH BIKIN LABEL MUSIK MALAYSIA KAGUM

Sejak muncul membawakan lagu ‘I Heart You‘, nama SMASH akhirnya terus melambung, membuat boyband beranggotakan 7 orang tersebut semakin dikenal masyarakat. Tak hanya berhasil merebut hati penikmat musik tanah air, tapi juga sukses meraih popularitas di negeri jiran. Salah satu negara yang menjadi tujuan SMASH untuk memulai langkah go international adalah Malaysia. Di sana mereka melakukan promosi sekaligus menjual album perdana mereka.

“Kita berkunjung ke Malaysia dalam rangka tur album pertama. Showcase kecil di sungei wang. Respons besar, kami kan sempat jual CD di sana dan sold out,” kata Rafael, salah satu personel SMASH.
Tak hanya itu saja, rupanya antusiasme para penonton dan Smashblast mampu membuat Ancora Music, label rekaman asal Malaysia, merasa terkejut. Menurut mereka, belum pernah ada artis dari Indonesia yang mendapat respon begitu besar dari masyarakat Malaysia.
“Mereka (Ancora Music) bilang, belum pernah lihat artis Indonesia yang bikin showcase dan bisa sepadat itu penontonnya,” kata Rangga.
“Label di sana bilang enggak pernah bawa artis Indonesia yang euforianya seperti SMASH,” Rafael ikut menimpali.
Rangga lantas bercerita bahwa Ancora Music selalu memantau penampilan SMASH di negeri jiran tersebut. Saat melakukan gladi resik di sebuah mall, tak terlalu banyak orang yang tertarik menonton.
“Pas Gladi Resik di mall, mereka (Ancora Music) lihat kan penontonnya sepi. Pas showcase, mereka langsung kaget lihat banyaknya Smashblast yang nonton penampilan kita,” ujar Rangga.

BISNIS MUSIK DI INDONESIA

Royalty & Perhitungannya

Sebelum saya menjelaskan isi judul di atas ini , maka saya mohon kepada kamu untuk berpola pikir seperti pedagang yang tidak mau merugi walau pada akhirnya adalah win to win solution tapi hak hak yang menjadi milik kamu akan kamu dapatkan berapapun besarnya nanti. So, jangan terlalu cepat ambil keputusan karena ingin cepat jadi orang tenar! Tutup mata dan telinga karena mau di kontrak oleh Label Kondang! Kalo ntar enggak happy , urusan ntar aje! ck..ck..ck....Sooooo Stupid!

Harga Dasar = Base Price
Perlu diketahui pada umunya pelaku bisnis musik di Indonesia menghitung royalty dari Harga Dasar yang istilah kerennya adalah Base Price atau PPD (Publish Price to Dealer). Perhitungan untuk mendapatkan Harga Dasar tersebut adalah sbb:

Harga Retail X (100% - Diskon yang di tentukan oleh distributor/label) = Base Price

Tidak perlu kaget kalau angka diskon tersebut akan bervariasi, masing masing label/distributor memiliki angka berbeda dengan alasan yang berbagai macam. Ada pula yang menghitung biaya Sticker PPN dan ASIRI dalam perhitungan Base Price yang menurut saya sebetulnya adalah tidak fair bagi kamu. Karena biaya atas Sticker PPN tersebut dapat mereka sertakan pada saat mereka membayar pajak. Namun angka diskon tersebut akan berkisar antara 25%-30%. Bagi saya angka yang wajar dan seharusnya di seragamkan oleh ASIRI sendiri adalah 25%. Diskon sebesar 25% tersebut adalah merupakan hak dari Agen/Wholesaler yang pada umumnya kemudian diambil oleh para retailer sebesar lebih kurang 20%. Kembali lagi pada topik Base Price, maka dengan cara perhitungan diatas dan diskon sebesar 25% maka angka Base Price Kaset dan CD yang di dapat adalah:

Kaset
Harga Retail Kaset X (100% - 25%) = Base Price

maka

Rp 18.000,- X 75% = Rp 13.500,- (Cassette Base Price)


CD
Harga Retail CD X (100% - 25%) = Base Price

maka

Rp 35.000,- X 75% = Rp 26.250,- (CD Base Price )


Royalty ArtisDari sebuah kontrak rekaman kamu bisa mendapatkan yang namanya Royalty Artis.
Royalty ini adalah hak kamu dari kerja keras dan jasa performance yang di rekam di Master Rekaman yang kemudian digandakan dalam bentuk Kaset dan CD. Untuk media lainnya saya akan bahas pada posting selanjutnya. Persentasi atas Royalty Artis yang akan menjadi hak kamu sangat bergantung pada kemampuan kamu untuk bargain dengan pihak label/Bos Rekaman. Pada umumnya Royalti Artis akan berkisar antara 1% - 10% namun semua akan kembali bergantung kepada bargaining power kamu. Dan pada akhirnya kamu juga yang akan memutuskan untuk menerima hasil tawar menawar tersebut. Dalam hal ini saya hanya ingin mengingatkan bahwa kamu harus tahu harga yang pantas untuk jerih payah dan karya kamu tersebut. Apakah mungkin Royalty Artis bisa hingga 20% dari Base Price? saya katakan mungkin saja tapi pasti ada kompensasi dan resiko yang berbeda pula misalkan, si Artis sudah terkenal dan juga harus produksi album sendiri atau bahkan dengan produksi video pula.
Sekarang katakanlah kamu mendapatkan persentase royalty artis sebesar 5% maka berapa yang kamu dapat dari hasil penjualan per Kaset dan CD album kamu tersebut?

Untuk Kaset
Base Price Kaset X Persentase Royalty = Royalty Artis, maka

Rp 13.500 X 5% = Rp 675,- (per Kaset)


Untuk CD
Base Price CD X Persentase Royalty = Royalty Artis, maka

Rp 26.250,- X 5% = Rp 1.312,50 (per CD)


Pembayaran Royalty
Pada saat penandatangan perjanjian rekaman dengan pihak label kamu seharusnya menerima pembayaran Royalty Artis di muka (advance payment). Besarnya pembayaran tersebut sangat bergantung dari hasil bargain kamu atau kesepakatan dengan pihak label mengenai jumlah copy Kaset dan CD yang di perhitungkan untuk itu. Apabila hasil kesepakatan kamu dengan pihak label adalah 75.000 copy untuk Kaset dan 10.000 copy untuk CD, maka pembayaran Royalty Artis di muka yang kamu terima adalah:

Untuk Kaset
Royalty X Jumlah copy= Pembayaran royalty dimuka, maka

Rp 675,- X 75.000 = Rp 50.625.000,-

dan

Untuk CD
Royalty X Jumlah copy= Pembayaran royalty dimuka, maka

Rp 1.312,50 X 10.000 = Rp 13.125.000,-


Eh ngiler! Tarik dulu tuh iler! Untuk pembayaran Royalty Artis selanjutnya atau hasil penjualan setelah angka 75.000 copy untuk Kaset dan 10.000 copy untuk CD. kamu harus membuat kesepakatan dengan pihak label untuk menentukan termin pembayaran yang harus di lakukan oleh mereka selanjutnya. Dengan catatan mereka juga harus memberikan laporan penjualan bulanan secara berkala.

Selain Royalty Artis yang mutlak adalah hak kamu dari hasil penjualan album nanti, maka sebagai sebuah grup band/penyanyi solo/grup vokal maupun seorang musisi, kamu juga memiliki hak atas Royalty Pencipta Lagu (Mechanical Rights) apabila ada terdapat lagu hasil karya cipta kamu di dalam album tersebut. Dalam hal ini kamu harus waspada pada isi perjanjian rekaman yang akan kamu tanda tangani. Umumnya mereka memusnahkan hak kamu sebagai pencipta lagu dengan cara menggabungkan pembayaran atas lagu karya cipta kamu kedalam biaya produksi yang terdapat dalam perjanjian rekaman. Bila terjadi demikian maka hak kamu sebagai pencipta lagu sudah di lecehkan, dan karya cipta kamu di bayar oleh mereka secara flat pay (sekali bayar). Sekali lagi kamu harus mengerti bahwa sebuah karya cipta itu di lindungi oleh Undang-Undang, check saja yang paling updateUU.RI No 19 Th 2002 di http://www.dgip.go.id/ . So, jangan lupa kamu daftarkan hasil hasil karya cipta kamu tersebut.

Royalty Pencipta Lagu (Mechanical Royalty).
Cara berhitung untuk royalty ini di seluruh dunia sangat beragam, ada yang pakai standar harga durasi lagu, harga standar industri, ada yang pakai standar persentase. Di Indonesia entah bagaimana (mungkin ini jasa Bpk Chandra Darusman sewaktu mendirikan YKCI) mengadopsi standar persentase sesuai standar Internasional, yakni sebesar 5,4% untuk sebuah media album rekaman terjual untuk berapapun jumlah lagu yang terdapat di dalam album tersebut. Jadi berapa harga royalty per lagu ciptaan kamu tersebut di dalam sebuah kaset?
Bila……
Base Price Kaset = Rp 13.500,-
Jumlah lagu dalam album= 10 lagu

Rumus cara menghitungnya adalah:

Base Price X Persentase
------------------------------- = Royalty per lagu
Jumlah Lagu

Maka harga per lagu ciptaan kamu adalah

Rp 13.500,- X 5,4%
---------------------------- = Rp 72,9 per lagu10

(untuk perhitungan harga per lagu/Cd kamu hitung sendiri aja ya)


Pembayaran Royalty Pencipta LaguBersyukurlah bila kamu berhadapan dengan label yang sangat menjunjung tinggi HAKI (Hak Intelektual) karena bersedia untuk membayarkan hak kamu tersebut pada saat perjanjian di tanda tangani. Maka usaha kan bahwa pembayaran dimuka tersebut sesuai dengan jumlah copy yang telah di sepakati dan di bayar penuh juga tanpa mengikat kamu dengan sebuah perusahaan penerbit (publisher). Apabila sebelum perjanjian rekaman kamu sudah terikat kontrak dengan sebuah publisher tentunya pembayaran yang kamu terima tidak merupakan pembayaran yang penuh karena telah dikurangi hak (control share) si Publisher tersebut. (Saya akan bahas mengenai ini pada posting berikut). Untuk pembayaran diatas angka yang telah di sepakati di perjanjian akibat aktivitas penjualan umumnya akan dijadwalkan bersamaan dengan pembayaran Royalty Artis kamu.

Berapa besar yang bisa kamu terima nanti?Besarnya pembayaran Royalty Pencipta Lagu (RPL) yang kamu terima sangat bergantung pada jumlah lagu ciptaan kamu yang terdapat dalam album dan angka penjualan Kaset dan Cd-nya. Bagaimana bila penciptanya lebih dari satu? Saya yakin kamu termasuk manusia yang punya intelektualitas tinggi dan moral yang pas-pasan ;P (canda man!) dan kamu bisa share 50:50 dengan partner kamu. Bila masih dirasa kurang fair ya di bicarakan saja alasannya, jangan hanya diam tapi dongkol! Bagaimana membaginya bila untuk sebuah group band? Mungkin karena telah sepakat umunya ada yang bisa bagi rata! Tapi kalau lagu tersebut tercipta setelah bikin musik bersama lalu si A bikin melody-nya dan si B bikin lirik-nya, menurut saya pantasnya hak tersebut di bagi tiga bagian saja. Namun yang mendapat bagian sendiri sebaiknya tidak menuntut bagain yang sharing demi kebersamaan. Kalau mau berkhayal berapa pendapatan kamu sebagai pencipta lagu hitung saja sendiri deh angka diatas:

Royalty per lagu X jumlah lagu kamu X jumlah copy Kasetnya.= RPL
Sekali lagi, jangan sia-sia kan hak hak kamu!

Wednesday, July 26, 2006

MUSIK, ROYALTY & KAMU


Karena saya merasa cukup banyak rekan-rekan yang bertanya kepada saya sekitar masalah isi kontrak, hak royalty dan hak-hak apa saja yang bisa mereka peroleh dari bisnis di dunia musik rekaman (musik bisnis). Maka blog ini saya buat khusus untuk membantu para musisi, penyanyi, pencipta lagu dan calon generasi penerus insan musik di Indonesia. Agar kamu (saya anggap anda adalah termasuk orang-orang yang saya maksud tadi) tidak lagi naif, lugu, lalu merasa di bodohi dan merasa paling pinter (kalo kelewat pede.......sadar enggak ya?) bila berhadapan dengan para Bos Rekaman (Managing Director/A&R/CEO/Label Executive/Produser) baik itu bos dari major label apalagi bos indie label.

Sebagai pemula kamu tentu dapat saya kategorikan Naif, tahu hak kamu untuk mendapatkan royalty tapi tidak tahu datangnya dari mana, bagaimana perhitungannya, royalty apa saja yang bisa jadi hak kamu dari hasil karya kamu. Lugu, Tidak naif lagi tapi kamu tidak punya pendirian, menurut saja apa kata temen, group, manajer kamu, apalagi dengan janji-janji si Bos Rekaman dan anehnya tidak merasa di rugikan (punya slogan; rejeki dateng dari mana aja tuh!). Merasa dibodohi, tidak naif dan lugu tapi tetap saja ada hak hak yang akhirnya menguap di hadapan kamu (sst...terasanya di kemudian hari lo...sakiiiit!). Dan yang paling parah adalah kamu yang Merasa paling pintar bisnis dan karena saking pedenya malah bertindak selaku rekan dari Bos Rekaman dan membuat temen temen se-group kamu terpengaruh dan menuruti apa kata si Bos Rekaman. jadi sudah mau merugikan diri sendiri mengajak teman pula. (sekali lagi gitu loh! ; bisa sadar enggak ya yang seperti ini?)

Singkatnya saya tidak mengatakan kalau Bos Rekaman itu adalah Big Monster semua, jadi saya hanya ingin lebih mengingatkan kepada kamu karena pola pikir kamu bukan seperti bisnisman atau pedagang maka perhatikan dengan baik baik hak-hak apa saja yang bisa kamu peroleh dari hasil karya kamu

Revolusi Industri Musik Indonesia

Rute Pondok Kopi – Rawamangun terasa dekat karena sering antar jemput ponakan yang tinggal di Rawamangun. Ditengah rute tersebut saya sering mampir disebuah Mall. Mall Klender yang dulu dikenal dengan nama Swalayan Jogja yang hangus terbakar waktu heboh penjarahan diawal reformasi.
Biarpun kecil Mall ini menyediakan hampir semua kebutuhan, bisa makan pizza, donut, fried chicken, swalayan, baju baju, warnet, ATM, salon kecantikan dan ada toko CD favorite saya, DiscTara. Hampir 50% koleksi CD saya beli di toko ini. Tapi entah kenapa setelah sebulan saya tidak mampir ternyata DiscTara tutup.
Saya tidak sempat tanya sama pegawainya kemana mereka pindah (kalau memang pindah). Setelah itu saya coba cari toko CD ke tempat lain tapi banyak yang sudah tutup duluan. Ada apa nih.. kok banyak toko CD pada tutup. Apa karena bisnis musik sedang turun? Padahal sejak dua tahun terakhir band band baru sedang bermunculan di industri musik Indonesia. Sebut saja mulai dari Peterpan, Ungu, Samsons dan tentu saja band yang sudah lebih dahulu exist seperti Dewa, Padi, Slank dst.
Tidak mungkin bisnis musik lesu pikir saya, lha wong musisi dan penikmat musiknya bertambah banyak, kenapa mesti lesu? Sampai akhirnya majalah Rolling Stone versi Indonesia edisi Maret menulis kiamatnya industri musik Indonesia. Widi Asmoro dari Sony BMG yang saya minta klarifikasinya tentang hal ini membenarkan, bahkan lebih jauh lagi Widi menyebutkan bahwa musisi Indonesia sekarang ini lebih hanya mengandalkan honor dari konser untuk biaya hidup sehari-hari ketimbang dari royalti rekaman. Walaupun menurut Widi musik itu sendiri tidak akan pernah mati sementara industri musik kelihatanya bakal terus terpuruk.
Saya baru mendapat gambaran yang lebih jelas tentang apa yang terjadi setelah membaca blognya Pak Budi Rahardjo seorang pemerhati masalah TI. Menurut Pak Budi terpuruknya industri musik karena selain pembajakan juga karena perubahan kebiasaan cara mendengarkan musik yang semula dalam format audio menjadi format digital. Seketika saya sadar bahwa musik yang saya dengar setiap hari selama ini adalah musik digital hasil transfer dari CD Audio original yang saya beli.
Rupanya kebiasaan saya itu sangat berpengaruh karena terjadi secara global. Ini membuka wawasan saya bahwa apa yang sebenarnya sedang terjadi adalah sebuah revolusi, revolusi media yang dikomandani oleh perkembangan teknologi yang sangat pesat.
Sepuluh tahun yang lalu kebanyakan orang mendengarkan musik dari kaset atau CD, membaca berita dari koran atau majalah, menonton hiburan dari TV atau video. Sepuluh tahun yang lalu kebanyakan orang menggunakan komputer hanya untuk produktifitas kerja kantor atau game, menggunakan internet hanya untuk baca email atau baca berita diportal atau versi online dari media cetak atau hanya untuk cari informasi di Search Engine.
Kini mungkin kebanyakan orang akan mengerti bahwa sudah terjadi perubahan media dari konvensional ke digital. Dulu baca berita dimedia cetak sekarang baca berita diinternet, dulu dengar musik ditape, sekarang dengar musik dikomputer atau mp3 player. Dulu orang pakai HP hanya untuk telephone dan SMS, sekarang orang pakai HP untuk koneksi internet atau nonton TV.
Tapi apakah hanya sebatas itu. Kalau kita cermati seperti cerita saya diatas maka perubahan ini sesungguhnya membawa implikasi yang sangat luas. Berubahnya media mengubah perilaku masyarakat, berubahnya perilaku masyarakat mengubah tatanan ekonomi, bisnis, sosial, agama, budaya bahkan politik. Bagaimana itu terjadi kita mesti simak secara keseluruhan mulai dari proses perubahan.
Setelah komputer digital menjelma dalam bentuk PC yang murah meriah dan dapat dimiliki oleh banyak orang, kemudian Bill Gates dari Microsoft menciptakan Sistem Operasi Windows yang membuat PC menjadi bisa digunakan tidak hanya untuk mengetik tapi juga untuk mendengarkan musik, menjelajah internet, nonton film, bermain game dll, kemudian lagi Linus Torvalds menciptakan Sistem Operasi Linux yang memfasilitasi jutaan server situs web baru penyedia content digital, maka perubahan besar sudah dimulai.
Media telah berubah, orang yang baca berita diinternet semakin banyak, pembaca berita dari media cetak tentunya semakin sedikit. Orang yang mendengarkan musik dari komputer atau mp3 player semakin banyak sementara pendengar musik dari stereo-tape semakin sedikit. Orang yang menonton video dari DVD semakin banyak sementara penonton video dari VCD semakin sedikit. Perilaku telah berubah lantas apa selanjutnya.
Pada prinsipnya masyarakat menginginkan kemudahan entah dari akses, harga atau penggunaan dari sebuah media. Keadaan ini membuat industri hardware dan software berlomba lomba membuat format digital mereka supaya bisa dinikmati oleh pengguna peralatan media digital. Leonardo Chiariglione dari Moving Picture Entertainment Group menciptakan salah satu format digital paling populer, yaitu MP3 untuk musik dan MPEG untuk video. Steve Jobs dari Apple menciptakan iPod sebagai MP3 player pertama yang kemudian segera ditiru oleh banyak produsen hardware lainnya dengan harga jual murah meriah bak kacang goreng. Belum lagi produk HP yang semakin murah dan semakin canggih yang memungkinkan pengguna HP bisa melakukan apapun yang biasa dilakukan di PC.
Karena media baru (baca: digital) memiliki sifat akses yang mudah, harga bersaing dan pengoperasian yang sederhana membuat akselerasi perubahan semakin cepat. Ketika rasio pengguna media-baru sudah semakin besar dibanding dengan pengguna media-lama maka mulailah timbul gejala gejala yang sebelumnya hanya diyakini sebagai gaya hidup modern saja.
Masih ingat fenomena Inul Daratista dengan aksi goyang ngebornya? Fenomena ini memicu polemik nasional berkepanjangan. Berbagai tokoh sosial dan agama ikut terlibat dalam kisruh goyang ngebor ini. Tahukah anda media yang digunakan Inul untuk meroketkan popularitasnya? Media yang dipakai adalah VCD aksi goyang ngebor yang bajakanya dapat diperoleh dengan mudah dan harga murah.
Alasan Rupert Murdoch yang dijuluki Raja Media Barat membeli portal MySpace.com seharga 580 juta dollar adalah karena oplah media cetak semakin turun sementara belanja iklan perusahaan pemasangan iklan di internet semakin besar.
Parameter sukses sebuah Band dibarat sekarang sudah mulai menggunakan download singles dan bukan lagi jumlah copy album yang terjual.
Kalau sudah begini apa yang mesti kita lakukan? Haruskah kita bertahan dengan paradigma lama? Haruskah para pelaku industri musik tanah air (baca: Label) bertahan tidak mau membuka diri dengan tidak menjual produknya secara online.
Ada contoh menarik tentang hal ini. Di dunia jurnalistik kita mengenal media baru yang bernama Blog. Semula banyak pelaku jurnalistik yang mencibir tentang keberadaan Blog yang dianggap tidak serius ini. Seperti halnya pelaku industri musik yang mengecam MP3 sebagai biang kerok pembajakan. Tapi kemudian Blog mulai dihayati sebagai media baru yang juga bisa menjadi media jurnalisme serius.
Budi Putra seorang wartawan Tempo yang sudah cukup mapan memutuskan berhenti bekerja untuk Tempo dan memilih menjadi fulltime blogger. Perusahaan perusahaan mulai mengasuh Blog sebagai ajang Public Relation dan marketing mereka.
Apa akibatnya jika kita tidak memperhitungkan keberadaan media baru ini? Nila Tanzil seorang jurnalis dan juga seorang blogger telah membuktikan bahwa media baru tidak bisa dinafikan begitu saja keberadaannya. Tulisan Nila pada blognya membuktikan pemerintahan sebuah negarapun tidak bisa terhindar dari perubahan.
Sebuah negara, tepatnya Malaysia. Kisahnya berawal dari Nila sebagai presenter TV swasta diundang oleh pemerintah Malaysia untuk meliput promosi pariwisata negara itu. Pemerintah Malaysia menghendaki liputan sesuai keinginan mereka alias tidak mengungkap fakta sebenarnya yang tentu saja tidak bisa diterima oleh Nila. Sepulang ke tanah air Nila menulis di blognya tentang liputan tersebut apa adanya. Tulisan itu kemudian mengundang polemik yang berujung statement dari dua orang mentri Malaysia (Menteri Pariwisata Malaysia dan Menteri Penerangan Malaysia). Dua menteri tersebut menyatakan bahwa media baru bernama Blog berikut dengan para bloggernya tidak bisa dipercaya alias pembohong. Tentu saja para pembaca berita sudah tahu siapa yang mengungkap fakta yang sebenarnya tentang pariwisata Malaysia.
Mereka (dua orang menteri ini) yang mewakili pemerintahan sebuah negara sekalipun tidak bisa melawan arus perubahan dimana orang orang sudah mengalami perubahan. Walhasil promosi yang semula ditujukan untuk membangun citra positif pada pariwisata Malaysia malah menuai citra negatif hanya kerana tidak tanggap pada perubahan media.
Ketika invasi Amerika ke Irak dimulai banyak media resmi Barat yang menggunakan blog-blog individual sebagai referensi mereka. Ini membuktikan media baru bernama Blog tidak bisa dianggap main-main peranannya dalam jurnalisme.
Kembali ke bidang musik dimana lebih banyak lagi fakta yang bisa diungkap. Angelina Alfareza (Echa) seorang yang berasal dari keluarga musisi (ayah, ibu, suami dan adik adiknya semua berprofesi sebagai musisi) mengungkapkan banyak hal tentang kehidupan musisi. Kakak kandung Audy Item ini menggambarkan kehidupan musisi tanah air memang cuma mengandalkan pemasukan dari konser, manggung, iklan, dan kalo ada yg bisa main sinetron atau film termasuk orang yang beruntung, at least itu dari sisi bisnis katanya.
Menurut Echa band-band atau artis yang masanya sudah agak lewat, kalo tidak legend-legend banget dan tidak punya massa penggemar bakal sulit untuk survive di dunia musik. Lebih jauh lagi Echa mengungkapkan untuk band atau penyanyi yang memiliki sisa kontrak album masih ada harapan dengan berbagai syarat berat diantaranya harus ada 3 hit singles dalam satu album. Kalau syarat tersebut tidak terpenuhi maka jangan harap Label akan merilis albumnya.
Istri musisi Emil personel band NAIF ini kadang suka prihatin dengan anak-anak band baru yang minta didenger demonya untuk minta sumbang saran dan bantuan link ke produser atau Label. Mereka datang dengan setumpuk harapan, angan-angan ingin ngetop dan banyak uang. Sekarang tidak segampang itu, selain materi musti kuat, ada hits, promo, management artisnya, faktor x dari artis itu sendiri tukasnya. Echa berpendapat bahwa untuk band/artis sekarang sebaiknya diedukasi supaya bisa beradaptasi dengan perubahan media.
Saya setuju. Pembajakan bukanlah satu-satunya biang kerok keterpurukan industri musik. Sebelum maraknya media digitalpun pembajakan sudah ada tapi efeknya tidak seperti sekarang. Para pembajak rupanya lebih tanggap akan perubahan media dibanding para pelaku industri musik itu sendiri.
Kita belum lagi benar benar memasuki puncak dahsyatnya perubahan. Sebentar lagi pemerintah akan menggelar megaproyek Palapa 02 Ring (Palapa Ring) yang nilai proyeknya mencapai Rp 3 triliun. Sudah ada konsorsium 7 perusahaan besar yang akan ikut tender megaproyek Palapa Ring ini. Palapa Ring nantinya akan menjadi infrastruktur telekomunikasi broadband (backbone) yang akan menghubungkan 33 propinsi yang mencakup 460 kabupaten.
Kalau saya ibaratkan backbone itu bolehlah dikatakan jalan tol telekomunikasi, sementara pintu tolnya adalah handset telephone selular dengan fasilitas koneksi internet yang sudah semakin murah dan canggih, apalagi setelah handset generasi 3G keluar.
Jika nanti pada masa Palapa Ring ini sudah beroperasi maka bisa dibayangkan perubahan yang akan terjadi. Media baru akan semakin mengambil peran penting. Download MP3 bisa selesai hanya dalam hitungan detik. Hampir semua yang biasa dilakukan lewat PC akan dilakukan lewat HP. Padahal anda tahu sendiri pengguna HP jauh lebih banyak daripada pengguna PC dan akan terus bertambah (bayangkan jumlah pemakai HP di 460 kabupaten).
Siapa yang masih mau bertahan dalam keadaan seperti ini dengan paradigma bisnis lama. Bisakah pelaku industri musik menghentikan aksi pembajakan dengan cara cara lama? Sementara para pembajak terus saja memanfaatkan media baru ini untuk mengeruk keuntungan.
Satu satunya cara adalah mengikuti arus perubahan dengan menggelar produk musik secara online maka singles dalam satu album bisa didownload secara individual dan tidak lagi wajib membeli satu album penuh. Adinoto seorang pencinta Apple mengungkapkan fakta dalam sebuah milis bahwa penyedia musik digital online iTunes Music Store berhasil menjadi penjual terbesar ke 4 (1. Wal Mart, 2. Best Buy, 3. Target, 4. Apple, 5. Amazon) dengan jualan 3 milyar download lagu, dan 50 juta film.
Menurut Hanna Hallberg seorang analis dari BergInsight.com memperkirakan nilai penjualan musik digital akan melampaui nilai penjualan musik audio (CD dan Kaset) pada tahun 2011 untuk kawasan Eropa yang nilainya diperkirakan mencapai 11.6 milyar Euro.
Kaum pesimistis bisa saja berdalih bahwa fakta itu kan berasal dari Barat yang notabene masyarakatnya menghargai hak cipta sedangkan di tanah air kondisinya berbeda karena masyarakatnya kurang menghargai hak cipta alias lebih suka beli barang bajakan.
Saya katakan jangan terlalu percaya analisa yang tergesa gesa seperti itu karena parameter yang digunakan tidak seluruhnya valid. Kalau memang masyarakat Barat dengan penghargaan pada hak cipta yang begitu tinggi itu bisa meredam pembajakan tentunya industri musik mereka tidak akan mengalami perubahan tapi toh ternyata industri musik Barat juga mengalami perubahan seperti yang saya paparkan diatas. Ini seperti logika bolak balik atau lingkaran setan.
Saya coba lakukan pendekatan dengan cara yang berbeda. Pembajakan hanya efektif berlaku pada masyarakat yang kurang menghargai hak cipta. Sementara perubahan efektif berlaku pada semua masyarakat baik yang menghargai maupun yang kurang menghargai hak cipta.
Baik pelaku industri musik maupun pelaku pembajakan sama sama beroperasi pada sebuah media yang sama dimana media tersebut memiliki sifat dan karakteristik yang bisa dipakai untuk mengoptimalkan tujuan masing masing.
Proses perubahan itu mengalami tingkatan mulai dari medianya itu sendiri kemudian pada perilaku pengguna media sampai pada tatanan kehidupan sosial, ekonomi, budaya dst. Sebelum format MP3 keluar para pembajak menggelar produknya dalam bentuk CD Audio bajakan dengan harga jauh dibawah CD Audio original. Begitu media MP3 mulai marak para pembajak menggelar produk bajakan dalam bentuk CD kompilasi musik MP3 yang mampu memuat sampai beberapa album yang mencakup ratusan singles dengan harga yang lebih murah dari CD Audio bajakan (karena perbandingan harga dan jumlah lagu yang bisa didapat dalam satu CD).
Pada dua perubahan diatas apa yang dilakukan pelaku industri musik praktis tidak ada dalam hal memanfaatkan perubahan untuk antisipasi gerak pembajak. Sekarang perubahan sedang terjadi lagi. Dulu orang masih suka beli CD kompilasi musik format MP3 bajakan tapi sekarang kecenderunganya orang lebih selektif dengan mendownload singles yang mereka inginkan saja. Padahal fasilitas download belum lagi mencapai puncaknya karena berbagai kendala termasuk infrastruktur.
Nanti kalau fasilitas download sudah benar benar memasyarakat (tidak lama lagi) akankah pelaku industri musik melakukan kesalahan yang sama? Jangan ditanya bagaimana dengan para pembajak karena mereka pasti akan melakukan sesuatu. Sebelum itu terjadi cepat antisipasi, ikuti perubahan, gelar musik secara online supaya penikmat musik bisa mendapat produk secara legal. Jangan khawatir dengan para pembajak yang akan ikut ikutan memberi layanan yang sama karena penikmat musik akan selalu mencari layanan yang terbaik.
Sejauh pengamatan saya penyedia layanan MP3 untuk musik Indonesia belum ada yang legal dan profesional. Kalaupun ada masih menggarap pasar longtail alias produk musik indie dan belum mencakup produk dari major Label. Industri pendukung seperti micropayment atau killer-application biasanya akan bersambut karena tertarik dengan kegiatan bisnis yang sudah berjalan.
Ada satu contoh menarik dari dunia software. Kita tahu pada PC ada Windows, tapi tahukah anda berapa harga Windows yang original, saya rasa sebagian besar dari pengguna PC di tanah air tidak akan mampu membelinya. Yang mampu dibeli adalah versi bajakannya. Berbeda dengan pengguna PC yang menggunakan sistem operasi Linux pada PC mereka. Linux bisa diperoleh dengan harga yang sangat murah sehingga sangat populer dikalangan mahasiswa bahkan dikalangan perusahaan yang mau memanfaatkan perubahan.
Tentunya para pengguna Linux ini terbebas dari tudingan pelanggaran hak cipta. Ada memang yang pesimis dengan mengatakan apakah masyarakat kita perduli dengan predikat pelanggar hak cipta atau tidak. Itu terpulang kepada perlakuan dan layanan pelaku industri kepada masyarakatnya.
Beri layanan yang terbaik dan jadilah agen perubahan digarda terdepan, jangan takut kendala apalagi takut rugi karena toh selama ini industri musik sudah merugi terus dihantam para pembajak dan perubahan. Antisipasi perubahan maka sekali tembak dua musuh terkalahkan.

Industri musik Indonesia tetap menarik Rabu, 25 Juli 2012 04:56 WIB | 1885 Views


Jakarta (ANTARA News) - Perusahaan label musik terkemuka, Warner Music Indonesia, menilai industri musik Indonesia tetap menarik kendati di negeri ini pembajakan karya musik menjadi hal yang umum.

"Sampai sekarang masih banyak yang kirim demo (musik) ke kita. Itu membuktikan bahwa industri musik masih menarik," kata perwakilan Warner Music Indonesia Arie Legowo pada jumpa pers di FX Jakarta, tadi malam.

Di tengah krisis industri musik akibat maraknya pembajakan dan lesunya penjualan CD akibat era digital, talenta-talenta musik Indonesia tidak merasa terhambat untuk tampil pada industri musik Indonesia.

"Kita tidak menutup keadaan itu. Siapapun yang nantinya cocok dengan (label) kita, memang akan banyak dipromosikan untuk off air," kata Arie Legowo pada jumpa pers dalam rangka "LA Lights Meet the Labels 2012" yang disebut-sebut menjadi peluang emas bagi talenta muda musik untuk unjuk gigi dan meraih mimpi masuk dapur rekaman.

Pada ajang audisi yang digelar di berbagai kota di Indonesia, band/solo/duo berbakat bertemu langsung dengan lima perusahaan label musik yakni Warner Music Indonesia, Alfa Records, Aquarius, E-Motion, dan Seven Music.

"Kita memberikan wadah kepada generasi muda yang punya talenta. Kita senang bisa memberikan kesempatan emas generasi muda untuk bertemu label. Silakan langsung buktikan kemampuan masing-masing," kata Brand Manager LA Lights, Maya Shintawati.

Sebelumnya, ajang ini telah digelar di Surabaya (9 Juni), Yogyakarta (23 Juni), dan Banjarmasin (7 Juli).  Peserta antusias menyambut ajang ini.

Dari tiga kota itu sekitar 300 peserta band/solo/duo berbakat mengikuti audisi pre-casting dan sebanyak lebih dari 100 peserta band/solo/duo berbakat berhasil tampil live audition di hadapan lima label perekaman.

"Ada beberapa yang bikin kita tertarik. Ini seperti kesempatan kita untuk bertemu langsung dengan mereka. Bukan hanya mereka yang ingin ketemu label, tetapi kita juga mau ketemu talenta baru untuk mengisi kekosongan di industri musik Indonesia," kata perwakilan dari E-Motion, Iqbal Siregar.

"Ternyata talenta-talenta daerah banyak juga. Ini ajang untuk bisa menemukan bibit-bibit baru," tambah Iqbal.

Ajang ini tidak membatasi jenis musik dan format penampilan, namun peserta audisi harus menunjukkan orisionalitasnya. 

Saat audisi, peserta akan ditantang membawakan dua lagu, satu lagu karya sendiri dan satu lagu milik orang lain.

"Para label berhak memilih. Tidak ada juara di sini," kata Maya.

M047
 
 
Musisi Melly Goeslaw Piyu Padi dan Maia Estianti saat berbicara perihal selamatkan musik Indonesia dalam konfrensi pers " Selamatkan Musik Indonesia . (ANTARA/Teresia May)

NAGASWARA SEBAGAI LABEL MUSIK NO. 1 DI INDONESIA

LаbеƖ Musik Nagaswara sebagai ƖаbеƖ Dance Nο.1 (DanceMix) di Indonesia, memproduksi berbagai musik seperti: Dance, Pop, Club, House, Hands Up Techno Trance, SƖοw Rock, dll. LаbеƖ Musik Nagaswara adalah tempat menarik untuk semua seniman merilis dan memperkenalkan musik Indonesia sebagai Trend Musik Nο.1 di masa depan. Kami berharap bahwa kehadiran produk LаbеƖ Musik Nagaswara di Indonesia membuat musik yang lebih bermakna bersama Nagaswara sebagai LаbеƖ Musik.
Selain memperluas musik Dance House Music di Indonesia juga didukung oleh Bakat Artis Baru Indonesia yang terus memperbaharui khasanah musik Indonesia, serta mengarah ke tingkat perkembangan musik dalam negeri. Kita dapat melihat Hits Kejujuran Hati oleh Kerispatih Band, diciptakan oleh Badai. Dan Cinta Putih oleh Band Kerispatih. Semua lagu dalam album Best Seller Kejujuran Hati (Platinum Awards), MTV Best Nеw Artist 2005 & SCTV Awards 2006 (Nеw Comer Group). Dan LаbеƖ Musik Nagaswara melahirkan PT. Nagaswara Artist Management (NAM) Spektakuler.
LаbеƖ Musik Nagaswara didukung lisensi multinasional terkenal dengan reputasi International di dunia dengan berbagai tren gaya musik sebagai Suprime Music GmbH Jerman dengan Groove Coverage, Thе Platinum Status οf Cover Girls album іn 2004 dengan single οf God Iѕ Girl. Kemudian LаbеƖ Musik Nagaswara menjadi Nagaswara Music & Publishing pada akhir tahun 2005. Nagaswara / PT. LаbеƖ Musik Nagaswara Publisherindo (Publishing Company), sebagai Sub-Penerbit dari Roba Music Verlag GmbH, Jerman (2005/11/30).
2007 LаbеƖ Musik Nagaswara menjadi Nο.1!!. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Perdagangan memberikan: Integrity Awards (Awards fo thе Awareness, Enforcement аnԁ Promotion οf Intellectual Property Rights) untuk Produser Rekaman LаbеƖ Musik Nagaswara. Diberikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Kamis April 26, 2007 di Ballroom, Shangri-La Hotel, Jakarta.
Tahun 2008, dengan bangga mempersembahkan Thе BIG Indie Artis; MERPATI, AFTER, BRO, WALI, JUWITA, AMOUR, TAHTA, HELLO, TARZANBOYZ, LENTIQ, KAREN, ERRY BLIND, INTAN NUR AINI, BASHIIRA, SASKI, SHIREEN & SAZKI (D’ SISTER), DELIMA feat. KRISTINA, 3in1, D’ BUTTERFLY, NOOKIE аƖѕο KERISPATIH (Album ke-3) аnԁ T2 (Album ke-2) dan lain lain. Tahun 2010 Nagaswara sebagai Best LаbеƖ Musik Indonesia versi Indigo Award 2010, dan masih banyak sekali prestasi dan awards yang didapat oleh sejumlah artis nagaswara dan bahkan banyak penghargaan MURI yang didapat oleh LаbеƖ Musik Nagaswara dan artisnya.

NOKIA GANDENG 9 PERUSAHAAN LABEL MUSIK INDONESIA

TEMPO.CO, Jakarta - Nokia menggandeng sembilan perusahaan label musik Indonesia dalam kerja sama layanan Nokia Musik, sebuah fasilitas unduh musik legal yang tersedia dalam ponsel seri Nokia Asha. “Kami bayar ke label, kami bayar ke artis,” kata Product Manager Nokia Indonesia Irwan Hermawan seusai peluncuran Nokia Asha 302 pekan lalu.

Namun Irwan enggan membeberkan pola kerja sama Nokia dengan para perusahaan label musik tersebut. “Pokoknya ada hitung-hitungan, tapi bagaimana caranya, tidak bisa kami sampaikan,” katanya.

Sembilan perusahaan label musik yang telah bekerja sama dengan Nokia Musik adalah Arka, Musica Studio, Trinity Optima Production, Aquarius, Virgo Ramayana, Sani Music Indonesia, Indo Semar Sakti, Emotion, dan Pelangi.

Menurut Irwan, Nokia sengaja mengembangkan layanan Nokia Music pada seri ponsel yang harganya relatif terjangkau. Pelayanan ini diharapkan bisa menjaring pengguna jauh lebih banyak serta mengaktivasi lebih banyak, ketimbang layanan ini hanya ada di seri ponsel cerdas Nokia yang berharga mahal.

Langkah Nokia ini disambut positif oleh perusahaan label musik. Menurut Direktur Trinity Optima Production Yonathan Nugroho, kerja sama dengan Nokia ini menjadi solusi bagi perusahaan musik setelah dihentikannya layanan RBT. “Apalagi sekarang ilegal download begitu mudah,” katanya.

Menurut Yonathan, layanan Nokia Musik ini seolah-olah gratis bagi konsumen. Namun sebenarnya layanan ini sudah termasuk di dalam harga jual ponsel. “Nokia yang mengurangi keuntungan untuk dibayarkan ke industri musik,” kata Yonathan kepada Tempo.

Yonathan mengatakan pangsa pasar dari layanan ini adalah sebesar jumlah unit ponsel yang dijual Nokia. “Nokia Asha 302 ini kabarnya 2 juta handset, jadi pasarnya, ya, sebesar itu,” katanya.

Selain dengan Nokia, Trinity juga sudah menjalin kerja sama dengan Nexian. Kerja sama yang sudah berjalan satu tahun ini dinilai Yonathan cukup memberikan keuntungan bagi perusahaan musik. “Ada satu juta handset nexian, berarti satu juta orang di mana satu orang bisa beberapa kali men-download,” katanya.

Perusahaan musik, kata Yonathan, juga sedang menjajaki kemungkinan kerja sama dengan Samsung. Nokia sendiri, kata Irwan, akan terus menambah musik Indonesia dalam layanan Nokia Musik. Demikian pula jumlah perusahaan label musik yang diajak kerja sama.

“Kalau bisa sebanyak-banyaknya,” katanya

PEMBERITAHUAN

Untuk kali ini, blog kita juga menerbitkan artikel2 plesetan, hacking, crcking dll

Tq :)